Minggu, 27 Juli 2008

Memberdayakan Tradisi Membaca

Pengantar
Ada adagium menarik yang perlu menjadi renungan bersama yaitu: “Writing has a good relationship with reading” (Menulis itu memiliki hubungan baik dengan membaca). Dengan kata lain, proses membaca dapat meningkatkan kualitas tulisan yang akan dibuat. Aktivitas membaca ini biasanya dilakukan ketika seseorang ingin mencari referensi bagi tulisan ilmiah mereka karena referensi identik dengan syarat keilmiahan atau merupakan “bumbu masak” bagi rumusan tulisan. Fenomena peningkatan minat baca ini kurang diberdayakan atau kurang adanya rangsangan-rangsangan yang mengundang adanya respon sebagaimana dikatakan Skinner dalam Operant Conditioning bahwa pasti akan ada response jika ada stimulus.
Rangsangan-rangsangan untuk membangkitkan minat baca ini kurang optimal diciptakan sehingga tradisi membaca dan menulis kurang terlihat aktivitasnya. Memang benar bahwa bangsa Indonesia hanya terkenal dengan bangsa yang penuh dengan aktivitas tuturnya bukannya tradisi tulis sehingga seakan tidak ada korelasi positif antara membaca dan menulis. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya warga yang suka ngrumpi di sembarang tempat bahkan membicarakan hal-hal yang kurang penting. Bahkan proses ini terkadang disebut sebagai bentuk peralihan kekecewaan (apatisme kolektif?). Mengapa mereka suka ngrumpi? Hal ini tidak terlepas dari keenganan meluangkan waktu untuk membaca. Ada beragam alasan mengapa mereka kurang suka membaca, yaitu.
1.Harga buku mahal. Ini adalah alasan konvensional yang sering dibuat-buat hanya untuk menutupi kelemahannya saja. Kalau harga buku itu mahal, mengapa tidak menjadi anggota perpustakaan saja? Atau mungkin bisa diaktualisasikan dengan membaca Koran, dll. Ternyata ada kebutuhan lain yang dianggap lebih penting dari itu yaitu beli HP, kredit rumah, makan makanan yang mahal, dll.
2.Malas membaca. Hal ini bisa dilihat di seluruh lapisan masyarakat, termasuk instansi-instansi atau kantor-kantor, yang kurang merangsang karyawannya untuk membaca buku sehingga, ketika dewasa, mereka malas membaca dan kalau membaca, mereka merasa kantuk walau hanya satu halaman saja. Ada cerita menarik dari rendahnya minat baca ini yaitu suatu ketika ada salah seorang pegawai Pemerintah Daerah yang suka baca. Kaji Karno, namanya. Ke mana-mana ia selalu membawa buku, termasuk di kantor di mana ia bekerja. Tidak ada waktu yang terbuang percuma selain bekerja dan membaca. Suatu ketika temannya mendapatinya sedang membaca dan berkata: “Apakah Sampean belum lulus dari bangku sekolah?” Kata temannya mengejek. Kaji karno hanya tersenyum sinis.
Realitas ini menunjukkan bahwa tumbuhnya minat baca itu hanya diukur ketika seseorang masih berada di bangku sekolah. Ketika lulus dari sekolah, tidak perlu membaca buku. Anggapan inilah yang membuat banyak orang tidak suka atau malas membaca sehingga ketika dihadapkan dengan diskursus-diskursus ilmiah mereka enggan berbuat lebih banyak.
3.Berada di lingkungan yang salah. Ketika seseorang berada pada lingkungan yang kurang mendukung, maka ia cenderung terpengaruh oleh kondisi seperti itu, walau tidak semuanya. Lingkungan yang kurang mendukung ini ternyata membawa dampak kurang baik bagi peningkatan minat baca. Hal senada juga pernah dikatakan Taufik Ismail, sastrawan dan pimpinan majalah sastra Horison, bahwa bangsa Indonesia rendah minat bacanya terhadap karya sastra. Beliau menyebut generasi Indonesia sebagai “Generasi Nol Buku.”
4.Kurang mau berubah. Sikap ingin berubah atau sikap inklusif sangat mendukung seseorang untuk maju dan selalu mengembangkan dinamika sosial. Ada adagium menarik yang mendukung pernyataan ini: “Segala sesuatu mesti berubah; yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri.” Tapi saying, konsep tentang perubahan ini tidak banyak direspon masyarakat dan mereka cukup terlena dengan sifat-sifat primordialisme yang kurang berkembang dan beradaptasi dengan perubahan.
5.Budaya ikut arus. Kehidupan hedonistik telah merambah dunia, termasuk Indonesia, dan banyak masyarakat yang “terkontaminasi” oleh perilaku dan budaya asing sehingga mereka lebih suka hura-hura daripada melampiaskan ke tradisi holistik seperti suka baca. Budaya ikut arus ini menjadi pesaing utama dalam menggagas tradisi membaca karena berada di posisi berlawanan (binary opposition).
6.Pengaruh media audio-visual yang cukup menggiurkan. Fakta menunjukkan bahwa masyarakat suka menonton TV daripada membaca buku. Padahal TV memiliki dampak negatif, selain dampak positif, yaitu membuat seseorang bersikap individualistik dan memiliki tingkat obesitas tinggi. Mengapa orang suka menonton TV? Ada beberapa alasan.
a.Nonton TV gratis dan berisi edutainment dan entertainment yang tidak memerlukan pemikiran yang berat-berat
b.Nonton TV bisa dilakukan sambil melakukan tugas lain
c.Nonton TV tidak terlalu banyak tuntutan, dll.

Apa Manfaat Membaca?
“Bacalah! Dengan Nama Tuhanmu yang telah menciptakan”

(Al Alaq:1)

Dalam kehidupan ada hal-hal spektakuler yang perlu direnungkan bersama agar mengarah ke kebahagiaan hidup. Salah satu bentuk kepuasan hidup itu adalah the ecstasy of reading (lezatnya membaca) bagi sebagian orang yang memahami betapa pentingnya ilmu pengetahuan dan begitu terhormatnya menyandang gelar intelektual karena kesukaannya membaca beragam bacaan yang bermutu. Jangan apriori dan fanatik terhadap salah satu ilmu saja karena manfaat ilmu itu sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Makin banyak ilmu yang dipelajari seseorang, dengan sikap inklusif, maka makin arif seseorang itu dalam menyikapi persoalan karena kedalaman wawasan nalarnya.
Melihat realitas di atas, dapatlah dideduksi manfaat membaca yang tersegmentasi sebagai berikut.
1.Membaca dapat membuka cakrawala. Seseorang akan tahu banyak informasi dan ilmu jika ia suka membaca apa saja secara inheren.
2.Membaca bisa mengurangi kepikunan seseorang. Karena otak sering diasah dan dilatih, maka otak tersebut akan berfungsi dengan baik seperti layaknya mesin yang selalu digunakan pasti akan menciptakan produktivitas tinggi.
3.Membaca menciptakan seseorang untuk bisa percaya diri. Orang yang berilmu akan lebih bersikap responsif terhadap gejalah yang ada di sekitarnya dan berusaha mencari solusinya. Selain itu, ia juga bisa percaya diri dalam bergaul dengan siapa pun tanpa kecuali karena bekal intelektualnya sudah banyak.
4.Dengan membaca seseorang akan mendapat pahala, khususnya ilmu yang bermanfaat. Aspek normatif inilah yang akan menghantarkan seseorang ke kehidupan lebih terhormat di sisi Tuhannya karena ilmu yang bermanfaat dan implementasi firman-Nya di dalam kitab suci, dsb.

Bagaimanakah Kiat-kiat menumbuhkan Minat Baca?
Sering kita mendengar beragam jargon dalam meningkatkan minat baca, seperti: Membaca Membuka Cakrawala, Reading is the Window of the World (Membaca adalah Jendela Dunia), Dengan Membaca Ilmu Bertambah, Membaca adalah Kunci Sukses Kehidupan, dll. Petuah-petuah bijak ini sekarang hanyalah sebuah jargon untuk melegitimasi budaya kekuasaan yang kurang menghargai betapa tinggi makna ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia. Tradisi jumud, karena tidak suka membaca, seperti ini hendaknya tidak perlu dipertahankan agar bangsa Indonesia, khususnya warga Kota Pasuruan, tidak tertinggal dengan negara atau kota lainnya.
Budaya menumbuhkan minat baca ini harus dikembangkan mulai sekarang, meskipun sudah terlambat, agar generasi mendatang terangsang untuk mengembangkan minat baca dengan pola
orientasi menciptakan, menurut Harianto (2007), the culture of civility (Budaya keadaban). Aspek ini sekaligus menunjukkan bahwa perlu ada ”ruh pendidikan” yang menggabungkan antara intelektualitas dan perilaku bijak (dengan parameter kecerdasan spiritual dan emosional) karena dalam esensi pendidikan paling tidak ada tiga hal mendasar berikut: (1) to change behavior (merubah perilaku), (2) to humanize people (memanusiakan manusia) (Freire, 2001) dan to liberate people (membebaskan manusia) (Freire, 2001). Atas konsiderasi ketiga hal esensial ini, maka dianggap perlu adanya upaya peningkatan minat baca kepada seluruh elemen bangsa tanpa kecuali. Apa yang seharusnya dilakukan untuk menumbuhkan minat baca ini? Ada beragam cara yang bisa dilakukan agar tumbuh minat baca di kalangan masyarakat, khususnya generasi pemula, seperti:
(1) buatlah perpustakaan pribadi di rumah. Perpustakaan pribadi merupakan rangsangan awal bagi anak untuk gemar membaca. Kalau orangtua mereka suka membaca dan didukung oleh perpustakaan pribadi yang representatif, niscaya anak-anak akan terangsang untuk membaca pula. Usahakan koleksi bukunya beragam agar atensi dan motivasi anak bisa terus berkembang.
(2) Ajaklah anak-anak ke toko-toko buku. Toko buku merupakan sarana belajar ”gratis” karena beberapa toko buku menyediakan buku dan tempat untuk dibaca secara gratis. Biarkan mereka menikmati ”surga bacaan” di sana. Langkah ini sedikit menghemat anggaran dan sekaligus memperluas khasanah anak untuk menambah koleksi buku dalam ingatan mereka. Saat ini kita cukup prihatin karena banyak orangtua yang mengajak anak-anak mereka ke mall-mall untuk shopping bukannya ke toko buku makanya tingkat minat bacanya rendah.
(3) Ajaklah anak-anak ke Pameran Buku (Book Fair). Pameran Buku yang diadakan dengan mengundang para penerbit biasanya sangat penting bagi masyarakat karena mengandung mutual advantages. Di sini mereka tidak hanya bisa membeli dan membaca, akan tetapi juga bisa berkonsultasi dengan para pemilik stand buku tentang beragam isi buku. Langkah ini sekaligus menjadi dorongan positif bagi anak agar gemar membaca melalui cara-cara sederhana dengan jalan menanyakan ringkasan buku.
(4) Bacakan cerita kepada anak. Tradisi kaum priyayi jaman dahulu adalah membacakan cerita-cerita kepada anak sebelum tidur atau di waktu santai sehingga anak-anak dirangsang sejak dini untuk cinta ilmu pengetahuan walaupun hanya melalui bahasa tutur saja dan pengembangan tipe kecerdasan auditori. Pola pengajaran ini sekaligus mengajarkan kepada anak betapa penting memahami beragam alur cerita sehingga, ketika dewasa, mereka akan diharapkan terbiasa menulis cerita semacam dengan inovasi pengembangannya.
Bagaimanakah Membaca Buku yang Baik itu?
Ada seorang bijak berkata bahwa bukan hanya jasmani saja yang diberi makan akan tetapi juga ruhani agar tercipta keseimbangan dalam kehidupan. Apakah makanan ruhani itu? Makanan ruhani itu, masih menurut pakar psikologi Islam di atas, adalah bacaan, baik yang tekstual (kauliyyah), berkenaan dengan teks-teks tertulis, maupun kontekstual (kauniyyah), berkenaan dengan fenomena alam yang menjadi rujukan informasi. Atas pertimbangan ini, maka dirasa perlu memahami bagaimana cara membaca buku yang baik agar lebih praktis, efektif dan efisien. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1.Baca daftar isinya
2.Cari informasi yang dibutuhkan di Daftar Isi tersebut
3.Buatlah kartu referensi yang intinya mencatat kata-kata atau kalimat-kalimat penting. Adapun contohnya adalah sebagai berikut. (Hanya sebuah alternatif)
4.Kumpulkan kartu-kartu referensi itu untuk dijadikan sebagai rujukan ketika kita akan menulis
5.Setelah membaca buku, cobalah mengadakan perenungan (kontemplasi) untuk mencari konklusi dan kemungkinan asosiasi-asosiasi untuk pengembangan lebih lanjut dan sekaligus memudahkan dalam pemahaman.

Solusi dari Kendala-kendala Peningkatan Minat Baca
Di atas telah dipaparkan skenario persoalan mengapa banyak orang tidak suka membaca dengan beragam alasannya, yaitu: (1) daya beli rendah, (2) malas membaca, (3) berada di lingkungan yang salah, (4) kurang mau berubah, (5) budaya ikut arus, dan (6) pengaruh media audio-visual yang cukup menggiurkan. Enam persoalan klise ini terkesan dibuat-buat untuk terhindar dari julukan orang yang tidak suka membaca. Untuk itu, perlu dicarikan jalan tengah agar banyak orang suka membaca dengan beragam aktivitas sosial maupun profit-oriented untuk kepentingan sosial. Langkah-langkah kolosal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut.
1.Adanya inisiatif untuk mendidirikan sanggar bacaan. Sanggar ini dimaksudkan pula sebagai tempat aktivitas belajar dengan maksud menumbuhkembangkan minat baca dan mengajari bagaimana cara menulis yang baik seperti yang dilakukan oleh Gola Gong, novelis, dan Nasrudeen Anshory, tokoh LSM di Yogyakarta.
2.Adanya kemauan untuk membeli buku-buku bekas dan meminjamkannya ke orang lain. Aktivitas ini merupakan pengejawantahan dari amal lewat buku.
3.Adanya forum kajian disiplin keilmuan. Forum ini dimaksudkan untuk memberi rangsangan agar menggali fenomena yang berkembang di tengah dan mencarikan jalan terbaik untuk pemecahannya
4.Adanya upaya mendorong Pemerintah Daerah untuk membuat mobile library (perpustakaan keliling), di atas mobil atau becak yang dimodifikasi, dll.
5.Adanya lomba-lomba resensi buku, novel, dll. dengan tujuan membudayakan gemar membaca
6.Keterlibatan di komunitas pecinta buku seperti FLP (Forum Lingkar Pena), FPB (Forum Pecinta Buku), dll.
7.Selalu menyebarkan ilmu pengetahuan kepada orang lain. Setiap ada info baru diinformasikan kepada orang lain dengan harapan mendapat respon rasional.
8.Adanya pemahaman akan suasana dalam membaca. Kenalilah tipe bacaan yang relevan untuk waktu-waktu tertentu dengan memperhatikan mood saat itu.
9.Manfaatkan dunia maya sebagai alternatif media pembelajaran

Kesimpulan
Ada adagium menarik yang perlu dipertimbangkan bersama dalam memotivasi seseorang dalam membaca: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai warisan intelektual leluhurnya.” Kalimat ini merupakan mythical words yang perlu dijadikan pegangan dalam memberdayakan minat baca. Untuk itu, beragam argumen yang tidak rasional tidak perlu dikedepankan untuk mempertahankan primordialisme kaku dan anti-ilmu pengetahuan. Berangkat dari proposisi ini, maka upaya peningkatan minat baca harus dilakukan dengan segala cara positif dan penuh inovasi serta kreativitas tinggi agar bangsa ini menuju, menurut Hossen (1990), reading society (masyarakat belajar). Berilah teladan membaca buku dan sebarkan kepada orang lain hikmah ilmu pengetahuan. Never surrender in reading and writing. Cobalah dan semoga berhasil

Penggalian Ide



Nun. Demi pena dan apa yang dituliskan

(Surat Al-Qalam)

Tinta ulama’ lebih mulia daripada darah suhada’
(Al Hadits)

Pengantar

Dalam proses kreatif menulis, baik karya tulis ilmiah atau karya ilmiah populer, hal yang perlu diperhatikan adalah sumber dasar tulisan: penggalian ide. Penggalian ide ini merupakan prasyarat eksistensi menulis karena merupakan “jantung” tulisan. Proses penggalian ide ini hendaknya dilakukan dengan seksama yang biasanya melibatkan hal-hal berikut: (1) pemikiran dan konsentrasi, (2) pengamatan, (3) identifikasi, (4) komparasi, (5) estimasi, dll. yang merupakan pekerjaan menulis bagi seorang penulis dalam menentukan “ide segar” yang layak untuk ditulis. Seorang penulis senantiasa berusaha melakukan, melihat dan mendengar sesuatu yang bisa dijadikan sebagai sumber inspirasi (proses penggalian ide).
Selain itu, dalam proses penggalian ide hendaknya ditetapkan pula spesifikasi topik agar karangan bisa mencapai sasaran yang diinginkan dan cukup signifikan karena cakupan kajiannya cukup representatif untuk disajikan ke pembaca; dengan demikian pola karya tulis semacam ini telah memasuki wilayah “Theology of text” (Teologi teks) yang menjadi tujuan akhir dari karya tulis yang spektakuler. Ini adalah satu paradigma (pola pikir) yang sering kita jumpai dalam tulisan yang berlabel: best-sellers. Mungkinkah karya tulis kita menuju ke sana? Ini semua tergantung pada motivasi, kemampuan dan aktifitas optimal serta, menurut Piliang (2008) netocracy (kekuatan jaringan (politik, sosial, ekonomi, dll.) kita.

Bagaimanakah memotivasi diri dalam penggalian ide spektakuler?


Sebelum melakukan penggalian ide, ada baiknya menanamkan keyakinan, yang merupakan pola aktualisasi-diri (self-actualization), sebagai berikut.
Anggaplah dirimu sebagai pengumpul atau pengguna ide: dengan demikian kalian akan selalu merasa membutuhkan ide
Tertariklah pada dunia: maksudnya untuk memperhatikan apa yang terjadi di sekitarmu, termasuk kejadian di buku, TV, Radio dan Film
Catatlah observasi dan pertanyaanmu dalam buku kumpulan ide: lakukan sewaktu ide itu muncul tiba-tiba atau kamu bisa menentukan jadwal pengumpulan ide
Biarkan ide itu masuk dulu sebelum memilih untuk menulisnya: ide yang seringkali muncul di benak kita akan jauh lebih bernilai untuk dikembangkan menjadi tulisan

Bagaimanakah proses penggalian ide itu?

Proses penggalian ide ini bisa, secara spesifik, dilakukan melalui proses pengamatan yang mendalam mengenai hal-hal berikut:
Orang (People)
Tidak semua komunitas manusia bisa dijadikan proses penggalian ide dasar akan tetapi prototip manusia yang unik dan memiliki superioritas (proses differensiasi) dan proses signifikasi: signified (penanda) dan signifier (petanda) yang cukup menarik untuk diteliti. Hal yang paling sering dijadikan penggalian ide tentang manusia ini adalah mengenai perilaku mereka. Misalnya, topik: Perselingkuhan Antar Selebriti di Jakarta, Kenakalan Siswa SMA di Kota Pasuruan, Cinlok (Cinta Lokasi), dll. Agus Noor, seorang cerpenis, menulis Selingkuh itu Indah, yang cukup baik untuk dijadikan referensi hedonistic behavior ini. Fenomena ini dirasa cukup menarik untuk membangkitkan gairah penggalian ide. Adapun bentuk karya tulis lainnya, antara lain: Para Priyayi 1 dan 2 (Umar Kayyam), Siti Nurbaya, Lelaki Tua dan Laut (Ernest Hemingway), Wives and Daughters (Elisabeth Gaskell), dll.
Tempat (places)
Demikian juga tempat, hal yang paling menarik untuk dikaji adalah tempat yang menarik, unik atau, bahkan, yang memiliki nilai historis, kosmopolitan, kehidupan hedonistik, dll. Misalnya, banyak penulis menggunakan Jakarta sebagai substansi tulisan, seperti Rendra, Fira Basuki, Djenar Maesa Ayu, dll. Bali ditulis oleh Sapardi Djoko Damono (Kumpulan puisi), Oka Rusmini (Novel), dll. Malioboro oleh banyak novelis termasuk Fredy S., Maria Fransiska, dll. Mengapa mereka menggunakan obyek (tempat) sebagai setting tulisan mereka? Karena tempat-tempat itu sudah dikenal luas oleh masyarakat. Di sini ada nuansa popularitas yang akan ditunjukkan kepada para pembaca sehingga pembaca bisa lebih akrab dengan kota-kota terkenal itu. Selain itu, tulisan itu memiliki imej dan apresiasi sebagai tulisan bertaraf nasional maupun internasional karena tempat-tempat itu dikenal hingga mancanegara.
Makhluk hidup lain: tanaman dan binatang (Plants and animals)
Konsiderasi yang cukup menarik pula sebagai bahan dasar (resep) tulisan adalah tanaman dan binatang. George Orwell, novelis produktif Inggris, menulis novel yang cukup populer berjudul Animal farm (Lahan Binatang) dan juga novel yang difilmkan berjudul Silence of the Lambs (Ketenangan Domba-domba) dan film India berjudul Main Aur Mera Hatti (Aku dan Gajahku) juga terinspirasi oleh ide ini, Tujuh Manusia Harimau, Harimau-harimau (Mochtar Lubis), dll.
Hal-hal yang diproduksi (manufactured things)
Hal yang diproduksi ini merupakan pola kreatifitas manusia yang memiliki nilai konsumtif tinggi, seperti: komputer, internet, handphone (mobile phones), fax, dll. Media komunikasi ini sangat memungkinkan menjadi inspirasi dalam menulis karena mereka sangat dekat dengan kita. Adapun karya tulis yang mungkin diciptakan dari pengamatan dan pemikiran hal-hal di atas adalah Peranan Internet Sebagai Media Pembelajaran di SMA “Doraemon,” Handphone Menjadi Alat Komunikasi Penting Bagi Semua Strata Sosial di Kota Pasuruan, dll.
Interpretasi Kitab Suci
Kitab-kitab suci bisa dijadikan rujukan dalam menulis dengan variasi interpretasi (studi hermeneutika) sesuai dengan kondisi jaman. Beragam inspirasi teologis ditemukan di sini yang bisa dijadikan sebagai media menulis, khususnya tulisan bernuansa, menurut Hidayat (2005), religiusitas dan spiritualitas. Karya spektakuler yang bersumber pada latar belakang teologis ini adalah tulisan Habiburrahman Asy-Syirozy: Ayat-ayat Cinta disusul dengan Ketika Cinta Bertasbih dan sinetron Munajat Cinta, dll.

Sumber-sumber topik apa yang umumnya mendukung penggalian ide?


Dalam penggalian ide tidak harus dilakukan secara lepas tanpa berpedoman pada topik karena akan bias ke mana-mana. Oleh sebab itu, dalam penggalian ide nampaknya perlu memperhatikan topik yang biasanya sering memberi inspirasi para penulis. Topik-topik yang menjadi inspirasi, karena frekuensi kedekatannya dengan penulis, dalam penggalian ide adalah sebagai berikut.
Media Massa
Media massa, baik cetak maupun elektronik, memainkan peran cukup efektif dalam penggalian ide karena cakupan masalahnya begitu luas sehingga memungkinkan untuk menggali informasi lebih dalam. Misalnya tentang kriminalitas di kota Pasuruan. Dari topik ini kemudian dikembangkan lagi dalam perspektif kemiskinan, pengangguran, sistem peradilan, program rehabilitasi, dll. Dari perspektif di atas bisa dibuat karya tulis, misalnya: Dampak Kemiskinan Terhadap Tingkat Kriminalitas di Kota Pasuruan, Lemahnya Supremasi Hukum vis a vis Kriminalitas di Kota Pasuruan, PKL dan Profil Problematika Kemiskinan Struktural di Kota Pasuruan, dll.
Pekerjaan Sekolah
Pekerjaan sekolah, dengan beragam matapelajaran, bisa dijadikan sebagai bahan rujukan untuk menggali ide. Sekilas tidak ada ide yang kolosal dari pelajaran sekolah karena kita kurang tertarik memperhatikannya. Kalau kita cermati dengan seksama, kita akan menemukan topik-topik yang menarik dalam tulisan kita. Misalnya, kita belajar Fisika di kelas tentang topik Dampak rembulan terhadap arus pasang. Mungkin kita akan berpikir tentang dampak lain yang mungkin berkembang dalam satu bahasan Fisika.
Ambil saja contoh lainnya tentang pelajaran Matematika. Salah satu pemenang LPIR (Lomba Penelitian Ilmiah Remaja) tingkat Nasional tahun 2001 adalah ide integrasi Matematika dengan Fisika dengan judul Menebak Terjadinya Gerhana Matahari Dengan Hitungan Matematika. Pengamatan aktivitas pembelajaran Bahasa Inggris sehingga memunculkan ide: Pengajaran Structure Bahasa Inggris Dengan Kartu dan Carta dengan Pendekatan Semiologis menjadi Juara II Lomba Keberhasilan Guru (LKG) Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Jakarta yang ditulis oleh Agus Harianto. Ternyata mudah, bukan? Silakan coba!
Percakapan Umum
Percakapan umum menyediakan banyak ide pula untuk digali karena merupakan aktifitas kita sehari-hari. Misalnya, kita antri bis dan berbicara dengan seseorang tentang keluarga, politik, sosial, budaya, dll. sehingga topik-topik ini bisa dikembangkan dalam sekuensi persoalan yang sedang nge-tren dibicarakan. Misalnya, krisis ekonimi yang tidak kunjung selesai kemudian muncul ide baru tentang perlunya pemimpin yang humanis, korupsi semakin merajalela, muncul ide perlunya pelatihan ESQ, Manajemen qalbu atau NLP (Neuro Linguistic Programming) di instansi pemerintahan, dll.
Minat Pribadi
Minat pribadi ini dicirikan dengan pemilihan ide (topik) yang paling menarik dan kita sukai. Hal ini dianggap sangat memudahkan dalam penggalian ide karena apa pun yang diperlukan untuk melakukan itu, semuanya mudah diperoleh. Misalnya, rasa suka kita pada Inul. Kita bisa menggali ide tentang Dampak Inul Daratista Terhadap Prestise Musik Dangdut. Atau Rhenald Kasali, pakar manajemen bisnis UI, menulis Inulogi (Studi tentang Inul dan prospek bisnis entertainment di Indonesia). Atau topik lain: McDonald dan Hieginis produk, Pengaruh Fast Food Terhadap Perilaku Konsumen, dll.
Pendapat Sendiri
Paradigma seperti ini dilakukan sesuai dengan keaktifian pikiran kita. Misalnya, kita mendengar atau melihat sesuatu dan fenomena itu selalu membayang dalam benak kita, maka hal ini bisa dijadikan rujukan. Pola pikir seperti ini dilakukan dengan jalan membuat hubungan masalah (Problem Tree dan interrelasinya), bertanyalah pada dirimu sendiri, bertanya-tanya bagaimana atau mengapa, berpikir tentang perbandingan dan kontras, pertanyaan tentang sebab-akibat, pertimbangkan alternatif, dll.

Penutup

Berdasarkan beberapa paradigma dia atas, ternyata proses penggalian ide itu mudah karena beragam topik berada di sekitar kita; dan yang paling penting diperhatikan dalam penggalian ide ini adalah bagaimana cara mencari topik yang sesuai dengan kemampuan kita demi efisiensi dan efektifitas kerja kita. Selain itu, kita hendaknya memperhatikan “resep menulis” yang meliputi: motivasi, kemampuan dan aktivitas yang dikemas dalam satu adagium: Writing is fun (menulis itu menyenangkan). Oleh sebab itu, bergegaslah mulai sekarang dan tidak ada kamus terlambat dalam belajar dan mencoba menulis karena menulis bukanlah sebuah bakat inheren yang sulit untuk dilakukan. Semoga sukses! Amiin yaa rabb al-‘aalamiin.

Tulisan ini dipresentasikan pada Pelatihan Karya Ilmiah Remaja (KIR) untuk Pelajar SLTP dan SLTA yang diselenggarakan oleh Dinas P dan K Kota Pasuruan Tanggal 24 – 25 Juli 2008


AGUS HARIANTO, S.Pd

PEMERINTAH KOTA PASURUAN
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
KOTA PASURUAN
TAHUN 2008